Layanan pesan singkat atau SMS masih tertulis di telepon genggam milik Ny Aat Fatmawati dengan nomor 081282219****.
At tolong siapin sop iga untuk 20 orang ya. Nanti setelah sepedahan di Cihuni, kita mau buka puasa bersama di sana.
Isi SMS itu dikirim seorang pesepeda kepada Aat pada bulan puasa lalu.
Di kalangan pesepeda, Warung Aat memang dikenal dengan menu sop iga sapinya. Dengan uang Rp 15.000, pembeli bisa menikmati semangkok sop iga sapi dan sepiring nasi putih.
Meskipun pada bulan puasa lalu yang membeli sop iga di Warung Aat berkurang pada siang hari, namun pada malam hari selalu saja ada pesepeda yang datang makan di warung ini.
Setelah bersepeda malam hari (nite ride) ramai-ramai di kawasan Cihuni, para pesepeda biasanya makan malam di Warung Aat. Setiap akhir pekan, warung ini selalu dipenuhi para pesepeda. Sedangkan pada hari biasa di luar bulan puasa, Warung Aat tidak terlalu ramai kecuali pada hari Sabtu-Minggu. Keluarga Aat Fatmawati terpaksa mengerahkan seluruh keluarga dan kerabat untuk ikut melayani pembeli.
Biasanya setelah bersepeda offroad di kawasan Cihuni, para penggowes menuju Warung Aat untuk menikmati sop iga sapi.
Lokasi warung ini terletak di Kampung Nagreg, Desa Sampora, Kecamatan Cisauk, Tangerang Selatan. Lokasinya tidak jauh dari kawasan perumahan BSD City kluster baru, Foresta.
Selain sop iga, di Warung Aat juga tersedia nasi uduk dan ketan. Sementara minuman yang menjadi favorit para pesepeda adalah teh jahe panas.
Setelah bersepeda dari pagi sampai siang, menu sop iga yang dikombinasikan dengan minuman teh jahe sungguh membangkitkan selera makan. Rasa cape setelah gowes hilang setelah minuman teh jahe panas di Warung Aat, kata Fredie Adjie, pesepeda dari Kompleks Perumahan Permata Pamulang yang tergabung dalam komunitas Tahu Cocol (THCC).
Tidak hanya saat bersepeda ramai-ramai bersama teman-temannya, ketika sendirian pun Fredie kerap mampir di Warung Aat. Padahal, lokasinya relatif jauh dari perumahan Permata Pamulang ke warung itu.
Hal yang sama juga kerap dilakukan Rika Novriadi, seorang ibu rumah tangga yang biasa bersepeda santai seminggu sekali. Meski rumahnya di sekitar Permata Hijau, Jakarta, Rika dan suaminya kerap bersepeda di sekitar Serpong dan selalu makan sop iga di Warung Aat.
Menurut Rika, porsi sop iga yang disajikan cukup, tidak berlebih dan tidak kurang. Bumbu sop iga berasa ke daging iganya.
Kuah sopnya juga nendang banget, apalagi kalau bawang gorengnya minta lebih. Habis gowes, makan di sana maknyus, ujar Rika.
Makan menjadi lahap
Pernah suatu waktu, Rika bersepeda di kawasan perumahan Alam Sutera di Serpong, Tangerang, namun makan siangnya tetap di Warung Aat. Padahal, di kawasan itu, tersedia banyak tempat makanan enak-enak.
Setelah makan sop iga, pulangnya harus gowes agak jauh supaya kalori dalam tubuh bisa terbakar, ujar Rika.
Ditanya soal harga sop iga, Rika Novriadi menyebutkan sangat relatif. Tetapi, karena rasanya enak sehingga meskipun harus membayar Rp 15.000, tetap terasa cukup murah. Bukan cuma sop iganya, ketannya juga enak loh, tambah Rika.
Adji Srihandoyo dari Mega Bikers Club (MBC) juga terkesan dengan sop iga di Warung Aat. Warung ini sangat menarik. Dia merasakan benar-benar seperti kembali ke alam meskipun di seberang warung telah berdiri tembok tinggi, pembatas dengan kawasan perumahan BSD City.
Berbagai sajian makanan yang dijual di Warung Aat terasa sebagai makanan khas warung, dan disajikan dalam suasana natural.
Rasa sop iga yang panas membuat para pesepeda menjadi lahap saat makan. Umumnya habis sepedaan badan terasa agak lelah. Dalam kondisi seperti itu, kita perlu minum dan makan yang enak serta dalam suasana yang lepas, ujar Adji, profesional yang akhir-akhir ini rajin bersepeda.
Bagi Adji, harga makanan yang dijual di Warung Aat, termasuk sop iga, relatif murah dan terjangkau. Para pembeli yang datang ke warung ini umumnya dari semua golongan masyarakat.
Berdasarkan pengamatan Kompas, banyak di antara warga Jakarta, terutama mereka yang biasa bersepeda, senantiasa ingin merasakan menu masakan khas warung bernuansa alam, seperti halnya menu makanan sop iga di Warung Aat.
Di tempat lain pun sama, warung yang menyajikan masakan lumayan enak selalu menjadi tempat tujuan kuliner para pesepeda. Misalnya, para pesepeda dengan tujuan Rindu Alam, Puncak, di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, para pesepeda biasa melakukan persiapan untuk bersepeda di Warung Mang Ade.
Di warung itu, pada umumnya pesepeda makan nasi goreng sebelum memulai aktivitas bersepeda ke tanjakan Ngehe maupun ke lokasi off road yang menantang di Telaga Warna.
Tempat makan yang cukup dikenal di kalangan pesepeda di sekitar Jalur Pipa Gas (JPG) Serpong, Tangerang, adalah Warung Mpok Cafe. Tempat ini juga biasa dijadikan tempat mangkal para pesepeda.
Sedangkan mereka yang biasa bersepeda santai pada hari Minggu di kawasan Sudirman- Thamrin, Jakarta, pada Hari Bebas Kendaraan Bermotor umumnya pergi ke warung nasi uduk di Kebon Kacang atau soto mi di pinggir jalan di kawasan Menteng.
Kalau bersepeda ke jalur off road di Tajur Halang, Kabupaten Bogor, para pesepeda biasanya mampir untuk melahap makanan laksa yang dimasak dengan kunyit di pinggir jalan.
Jika bersepeda ke kawasan Sentul atau kaki Gunung Pancar, para pesepeda biasanya memburu sate kambing muda. Merasakan makanan di sejumlah tempat saat bersepeda sungguh merupakan pengalaman yang sangat mengasyikkan dan selalu ingin mencoba lagi.
Setiap menjelang hari Sabtu dan Minggu, seluruh keluarga besar pasangan Ny Romlah-Rosdik berkumpul bersama di Kampung Nagreg, Desa Sampora, Kecamatan Cisauk, Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten. Mereka berkumpul di sana karena pada setiap akhir pekan, seluruh keluarga ini melayani para pembeli di Warung Aat.
Sebenarnya Ny Romlah sudah merintis usaha warung di tempat itu sejak tahun 1975. Namun, warung ini baru terkenal di kalangan para pesepeda dalam dua tahun terakhir ini setelah berjualan sop iga sapi.
Awalnya, kami berjualan gado-gado, ujar Rosdik, suami Ny Romlah, mengisahkan awal mulanya membuka warung. Tempat makan ini sekarang lebih dikenal dengan sebutan Warung Aat ketimbang Warung Romlah.
Itu terjadi begitu saja. Namun, Ny Romlah tidak mempersoalkan kalau nama anaknya, Ny Aat Fatmawati, lebih dikenal ketimbang dirinya. Pasangan Ny Romlah-Rosdik yang menikah tahun 1952 memiliki delapan anak, termasuk Aat.
Romlah sudah merasa senang jika anak-anak dan mantunya bisa ikut berkumpul bersama setiap akhir pekan serta bahu-membahu saling membantu melayani para pembeli di Warung Aat.
Meskipun usianya sudah berangkat senja, Ny Romlah masih tetap bersemangat membantu melayani pembeli di Warung Aat. Dia selalu terlihat menjaga takaran dan bumbu yang dituangkan dalam setiap mangkuk sop iga sapi yang disajikan kepada para pembeli.
Kegiatan rutin yang biasa dilakukan anggota keluarga besar ini, pergi ke Pasar Cikokol, Kota Tangerang, di pagi buta untuk membeli bahan makanan yang akan disajikan di warung, terutama menu utama sop iga sapi.
Anak saya biasa membeli daging sop iga sapi di pasar sekitar Rp 38.000-Rp 40.000 per kilogram, kata Romlah yang berbicara dalam bahasa Sunda. Tadinya satu mangkuk sop dan sepiring nasi Rp 13.000, namun karena belakangan harga daging sapi naik, harga jual sop iga sapi di Warung Aat juga naik menjadi Rp 15.000.
Relatif nyaman
Meskipun Ny Romlah sudah membuka warung sejak lama dan sekarang penjualannya meningkat berkat menu utama sop iga sapi, kondisi warung ini tetap biasa saja.
Akhir-akhir ini, saya sering berobat ke rumah sakit, ujar Rosdik, yang menderita diabetes. Rosdik secara tersirat menjelaskan alasan warungnya yang tetap seperti itu-itu saja. Meskipun menderita penyakit berat, Rosdik masih tetap ikut membantu melayani pembeli.
Minimal saya ikut memasak air di dapur, katanya.
Bagi pesepeda, berhenti dan istirahat makan siang di Warung Aat relatif nyaman dan luas. Selain terdapat tempat untuk parkir sepeda yang relatif luas, di sana juga tersedia toilet dan tempat duduk yang nyaman. Bahkan di saung khusus tempat duduk para pembeli, disediakan televisi yang sengaja diputar di luar setiap akhir pekan.
0 komentar:
Posting Komentar